Monday, April 18, 2011

Penilaian Santri Bulan Februari 2010


Sesuai dengan hasil penilaian kamar dan data dari masjid, bahwa pada bulan Februari Kmar terapi adalah kamar 6, kamar terajin piket kamar 8. Sedangkan pada penilaian perorangan, santri terajin dan paling awal mandi pagi adalah Fadhil Nur Ihsan, sementara santri paling rajin ke masjid adalah M. Jundiss.

Monday, April 11, 2011

Makan Bareng



Sebulan sekali kami memprogramkan makan bareng, selain menu harian dari dapur. Saat saat seperti ini kita gunakan untuk menambah keakraban seluruh warga abdurrahman. Bulan Februari menunya jagung rebus, Bulan Maret kelapa muda hasil kebun, sedangkan bulan April ditiadakan karena alokasi dana telah disumbangkan pada kegiatan pramuka acara ke pantai yang terlaksana minggu kemarin.

Evaluasi Maret 2011

Mengendalikan 43 santri bukan perkara yang mudah walaupun hanya menyuruh santri melaksanakan perkara yang terlihat remeh temeh. Misalnya program bulan Januari untuk selalu merapikan baju, buku dan peralatan masing sampai sekarang belum berhasil. Ada saja yang masih berserakan di kamar. Pernah suatu hari saya kumpkan seluruh piring dan gelas yang belum sempat di cuci saya ambil dan saya cuci sendiri. Hari ini kotak infak yang ada di teras depan terisi banyak pecahan ribuan, karena santri diminta untuk berinfak 2 ribu rupiah saat mengambil barangnya. Namun ini hanya berjalan sekali saja.
Bulan Maret fokus santri asrama Abdurrahman adalah tepat waktu ke masjid dan sekolah. Evaluasi awal Maret ini tingkat keterlaksanaannya masih kurang. Selama ini kami jarang menghukum santri, tetapi selalu saya ingatkan agar merka melaksanakan sesuatu dengan kesadaran.
Untuk sholat berjamaah di masjid memang kami agak ketat. Ketika ketahuan santri tidak sholat di masjid kami paksa untuk berangkat walaupun jamaah di masjid sudah bubar. Awalnya santri malu berpasan dengan temannya yang pulang dari masjid' tapi lama lama biasa biasa saja. Akhirnya stategi yang kami laksanakan saat ini, selain berangkat ke masjid juga harus membaca alquran di teras asrama sebelum kembali ke kamar. Waullahu 'alam, dengan caara apa lagi kalau ini belum berhasil.

Renungan gempa di Jepang

Beberapa waktu lalu, kami mendapat info dari ust. Idris tentang cerita dari alumni Nurul Fikri yang saat ini sedang kuliah di Jepang via email. Saat itu belia berada kira kira 200 km dari tsunami dan 300 km dari reaktor . Pada saat itu kebelutan beliau bersama teman temannya yang kebanyakan orang asli Jepang sedang kuliah di kampus yang lokasinya di lantai 9, sehingga akibat gempa hebat yang dirasakan selama 30 detik membuatnya panik. Sesaat gempa terhenti, beliau lari menuju pintu darurat untuk turun. Namun langkahnya terhenti ketika menengok ke belakang tidak ada yang mengikutinya kecuali satu orang temannya orang Indonesia. Apa rahasianya? Singkat cerita, sikap orang Jepang adalah taat pada pimpinan. Ketika belum ada intruksi dari penanggungjawab gedung, maka mereka tetap berada ditempatnya dengan tenang. Sehingga tidak terlihat suasana yang kacau karena pintu darurat lengang, tidak ada desak desakan untuk keluar lebih cepat. Apa mungkin mereka yakin bahwa mereka merasa aman dengan konstruksi gedung yang aman terhadap gempa? Apa mungkin mereka yakin tidak ada gunanya turun rame rame? Selain gedungnya tinggi, perlu waktu untuk turun, bisa jadi ketika dibawah tidak ada jaminan selamat karena antar gedung jarangnya berdekatan, tidak ada lapangan luas seperti di Nurul Fikri.
Yang bisa kita ambil pelajaran, ke-stiqohan kepada pimpinan dan ketenangannya dalam menghadapi kondisi sulit patut kita apresiasi. Kadang kita yang mengaku ummat Rasulullah SAW, masih suka tidak tenang dalam menghadapi masalah. Bukankah terburu buru itu pekerjaan setan? Wullahu 'alam.

Wednesday, April 6, 2011

Tanggungjawab siapa pendidikan anak?


Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua, namun dengan kesibukan dan berbagai alasan tanggung jawab ini dilimpahkan pada lembaga pendidikan atau pesantren. Artinya sebagian tanggungjawab ini diserahkan kepada lembaga pendidikan atau pesantren, bukan berarti orang tua dapat melepaskan tanggungjawab sepenuhnya kepada lembaga tersebut.
Yang menjadi pertanyaan, “jika anak mengalami masalah siapa yang harus mencari solusinya?”
Pendidikan keluarga sejak kecil memberikan pengaruh yang sangat besar ketika anak menginjak masa remaja. Pembentukan karakter secara dini keluarga dengan baik, maka ketika anak tersebut menginjak masa remaja akan mudah untuk diarahkan. Pembiasaan di keluarga akan mewarnai karakter anak di masa mendatang. Ketika anak ditipkan ke lembaga pendidikan/pesantren/boarding school, pendidikan keluarga menjadi modal dasar untuk membentuk kemandirian anak.
Tidak sedikit orang tua dan guru mengeluh karena sulit mengendalikan anak. Apa penyebabnya hal ini terjadi? Penyebab utama adalah anak kita sudah kena tipudaya setan sebagai musuh utama manusia. Rasulullah SAW sudah memberikan arahan bagaimana cara menyiapkan generasi Robbani . Penyiapan dimulai sejak orang tua memilih pasangan hidupnya (tentunya yang shalih/shalihah), kemudian ketika seorang bapak akan menanamkan benih di rahim sang istri, kita dianjurkan membaca doa, sehingga ketika menjadi bayi insya Allah tidak akan diganggu oleh setan. Pendidikan orang tua diteruskan ketika anak yang masih di dalam rahim. Godaan setan sudah dimulai ketia anak akan dilahirkan ke muka bumi. Sesuai dengan sabda Rasulullah, “Tidak ada seorang anak Adam yang lahir menangis karena pegangan setan, kecuali Maryam dan anaknya”. Dalam QS Ali Imron : 36 yang artinya “Dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak anak keturunannya kepada Engkau daripada setan yang terkutuk”.
Untuk menghindari godaan setan setelah lahir, rasulullah menyunahkan untuk melafazkan adzan di telinga anak.
Jadi pendidikan dini di keluarga sangat menentukan karakter anak di masa mendatang. Sehingga ketika anak tersebut dititipkan di lembaga pendidikan/pesantren, orang tua tidak bisa melepaskan seluruh tanggungjawabnya. Artinya kita sama sama bertangungjawab kelangsungan pendidikan anak. Bukan saatnya lagi untuk saling menyalahkan antara orang tua dan guru/lembaga, namun jika keduanya bersatu padu bekerja sama mencari solusi, insya Allah anak anak kita akan menjadi generasi robbani. Semoga Allah meridhoinya. Waullahu 'alam.